Cerita Penyengat

Memasak Kenduri Jamak Pulau Penyengat

Kegiatan hari Rabu (07/05) untuk persiapan memasak tidak terlalu banyak. Sejak pukul 07.30 WIB, para juru masak sudah mendatangi rumah Pak De. Pekerjaan memasak untuk untuk hari rabu ini dibantu oleh Mak Ani, Mak Azizah, Mak Pit, dan Kak Tika. 

Pekerjaan dimulai dengan memotong nenas lalu merebus dengan air gula, mengupas bawang-bawang serta cabai lalu semua itu di blender. Semua Bumbu-bumbu dipersiapkan untuk disimpan di peti es.

Proses persiapan perbumbuan tersebut dikerjakan tim perempuan. Pak De bertugas untuk belanja semua bahan di Pasar Tanjungpinang. Selain berbelanja, Pak De juga bertugas menyiapkan makan siang untuk disantap usai pekerjaan selesai. Cuaca hari itu cukup terik, air es sirup merah menjadi pilihan untuk untuk menemani saat bekerja.



Setelah pekerjaan semua selesai, kelima pemasak ini menyantap makan siang bersama. Menu makan siang yang disiapkan Pak De adalah ikan tongkol belada hijau dan sayur ketole ‘gambas’ bening. Makan bersama kawan-kawan selalu menyenangkan untuk melepas lelah. 

Esoknya, hari Kamis (08/05), setelah salat subuh, Pak De menyeberang lagi ke Tanjungpinang untuk mengambil 60 kg ayam yang telah dipesan dua hari lalu.

Beliau hanya mengambil ayam, dan membeli beberapa bahan-bahan yang masih kurang.

Seperti biasa para juru masak yang membantu telah tiba di rumah Pak De pukul 07.30 pagi. 



Begitu sampai, pembagian tugas para juru masak langsung dilakukan. Mak Ani memotong tempe. Kak Tika memotong cabai merah, cabai hijau, dan mengupas bawang. Mak Pit mengupas nanas dan merebus telur. Mak Azizah dan Bang Edi membersihkan ayam.

Membersihkan ayam harus kuat karena menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam. 

“Suka mual bersihkan ayam kalau banyak, tapi hari ini mendingan, biasanya 150 kg” ujar Bang Edi.

Pak De tetap dengan tugasnya menyiapkan santapan siang untuk kawan-kawan. Kali ini menu andalan Pak De yaitu siput isap masak lemak campur sayur pakis dan gulai kacang lendir ‘okra’.

Sesi pagi pekerjaan masih ringan. Untuk itu makan siang terlebih dahulu untuk menambah kekuatan menghadapi jam siang yang terik dan pekerjaan yang bertambah berat.

Selepas makan siang, energi telah penuh kembali, saatnya kerja, kerja, dan kerja. Para juru masak mengambil posisi, memasang kuda-kuda dan mengerjakan tugasnya. Kali ini Bang Edy masih berkutat dengan ayam. 

Ia harus menunggu Pak De yang sedang meramu bumbu ungkep untuk ayam 60 kg tersebut. Bang Edy mengambil tugas ungkep ayam dan menggoreng ayam.



Di lain posisi, empat srikandi juru masak sudah menggelar spanduk di bawah pohon kweni. Mereka hendak mengupas telur rebus tahap pertama sekitar 200 butir dan lanjut ke tahap keduanya.

Tak sah jika tak ada gelak tawa ketika ibu-ibu berkumpul, ada saja bahan obrolannya. Bernostalgia masa muda, sampai bercerita perihal warga. Mak Pit yang senang mendengarkan lagu pun tak ingin melewatkan menyetel lagu-lagu Band Dewa via streaming youtube sebagai backsound siang ini. 

Sekejap saja menyelesaikan kupas kulit telur. Setelah itu, Mak Pit, Mak Ani, dan Kak Tika mengulek sambal cabai hijau. Pak De meracik rempah serta bumbu dan Mak Azizah bagian menumis. Ada empat tumisan yang dibuat. 

Setelah selesai menggoreng ayam, bang Edy melanjutkan tugas lainnya. Oh ya, ada yang menggoreng telur, tempe, dan mencuci peralatan masak. Sepertinya semua sudah paham bagiannya masing-masing. Pekerjaan pun usai pukul 16.50 wib.

Dalam Hitungan beberapa hari lagi seluruh dunia akan memasuki bulan suci ramadan. Dalam tradisi masyarakat melayu, terutama di pulau Penyengat, dalam menyambut puasa biasanya masyarakat melakukan ziarah kubur, menggantikan kain kafan batu nisan, dan membuat kenduri arwah di rumah untuk mendoakan para sanak keluarga yang sudah meninggal. 

Bulan Sya’ban menjadi bulan kumpul keluarga, masak bersama, dan berbagi. Dengan adanya kenduri arwah juga menjadi momen dimana bertukar rasa jamuan istimewa yang dimasak para tetangga.

Setiap tahun pihak pengurus Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat  membuat hal yang sama, kenduri ‘arwah’ jamak. Jamak di sini menyatakan lebih dari satu atau banyak. Jadi mendoakan seluruh arwah di Pulau Penyengat. Wabil khusus almarhum Sultan, Raja, dan Syekh.

Pak Cik Karim (90 tahun) menuturkan bahwa kenduri jamak di Masjid sudah ada sejak beliau kecil. Berarti tradisi ini sudah turun temurun di masyarakat penyengat. Masyarakat akan menyumbang seikhlasnya ke pihak Masjid untuk mendanai pelaksanaan kenduri ini. 

Kegiatan memasak lauk dilakukan rumah sesiapa yang ditunjuk sebagai juru masak lalu dibawa ke Masjid untuk dihidangkan di pelataran masjid untuk disantap bersama setelah salat zuhur. 

Untuk tahun ini sedikit berbeda. Mempertimbangkan keadaan masih dalam pandemi, pengurus masjid memutuskan untuk hanya membagikan nasi kotak. Semua lauk yang dimasak satu hari sebelumnya dikemas dalam sajian nasi kotak untuk dibagikan kepada tiap jamaah. 

Penulis : Nurfatilla (@penyengat.culinary)

Editor : Adi Pranadipa

Tinggalkan Balasan