Aswandi Syahri, Sejarawan. Bermastautin di Pulau Penyengat
Penggunaan sarana komunikasi telepon, lengkap dengan kabel jaringannya di Tanjungpinang ternyata telah dimulai oleh Sultan Riau-Lingga di ibukota kesultanan tersebut Pulau Penyengat.
Sebuah dokumen dalam simpanan saya, mencatat bahwa sarana komunikasi ‘modern’ tersebut mulai dipasang di Pulau Penyengat pada hari Ahad (Minggu), pada tarikh 19 Zulhijah 1321 AH bersaman dengan 6 Maret 1904 CE.
Sejak tarikh 6 Maret 1904, tujuh titik bangunan dan tempat penting di Pulau Penyengat telah tersambung dengan jaringan telepon menggunakan kabel: disebut talipun. Di Pulau Penyengat, pusat atau ‘sentral’ talipun tersebut adalah Keraton (Istana Keraton) Sultan Abdulrahman Mu’azamsyah yang terletak Kampung Kota Berentang.
Dari Keraton jaringan talipun secara berturut-turut tersambung ke gedung Pabean (kantor cukai di pelabuhan Pulau Penyengat), gedung Kantor (gedung Mahkamah tempat Raja Muhammad Thahir berkantor), terus ke rumah Bentara Kiri dan ‘Kepala Arsip’ Raja Khalid Hitam, rumah Tengku Abdul Kadir yang kini dikenal sebagai Gedung Tengku Bilik, rumah Raja Haji Zainal yang berpangkat Bentara Kanan, serta ke rumah Raja Muhammad Thahir yang berpangkat Hakim dan kepala Mahkamah.
Coba bayangkan, bagaimana agaknya bahasa dan etika menggunakan talipun ketika seorang Bentara Kiri bernama Raja Khalid Hitam yang sedang berada di rumahnya, berbicara dengan Sultan Riau-Lingga yang sedang bersemayam di istananya di Pulau Penyengat. Apakah awal pecakapan talipun itu dimulai dengan perkataan Hallo juga?
Penggunaan jaringan talipun di pualau Penyengat diperkekirakan hanya bertahan selama tujuh tahun, dan berakhir pada tahun 1911.
Artikel Penuh dapat disimak di https://jantungmelayu.com/2020/05/telepon-dan-telefoonnet-di-tanjungpinang-1904-1939/