Teh Tarik Abu, Pulau Penyengat
SERINGKALI kebanyakan orang kesulitan mengudar konsepsi kebahagiaan. Panjang-panjang kalimatnya. Berderet-deret maknanya. Padahal kebahagiaan itu sederhana belaka.
Misalnya, ketika haus mendera usai berkeliling pulau Penyengat, lantas disuguhkan segelas teh tarik dingin, sudah bukan main bahagianya. Apalagi yang hadir ke atas meja adalah Teh Tarik Abu.
Bagi orang Tanjungpinang, terlebih warga Penyengat, teh tarik racikan Abu Bakar ini adalah garansi dari definisi teh tarik itu sendiri. Ingin ditegaskan bahwasanya teh tarik itu bukan cuma teh campur susu kental yang lantas disajikan dengan teknik ditarik dengan dua gelas. Tidak.
Siapa pun yang pernah merasakan kesedapan teh tarik sebenarnya, lidahnya akan paham minuman yang bisa disajikan panas atau dingin ini lebih dari teh-susu.
”Inilah mengapa teh yang kami pakai warnanya hitam, macam kopi o,” kisah Abu sambil meracik teh teh tarik pesanan pelanggannya, Kamis (22/2).
Jika menggunakan teh biasa, kata Abu, sebenarnya bisa-bisa saja. Namun, atas nama orisinalitas cita rasa teh tarik yang hakiki, ia tak bisa meminggirkan kualitas begitu saja. Sebab itu, pria 47 tahun ini setia menggunakan daun teh khusus yang, seperti kata dia tadi, warnanya hitam gelap dan merupai warna kopi.
Untuk mendapatkan teh bercitarasa tinggi itu, Abu harus mengerahkan tenaga menyeberang ke negeri jiran. Kata dia, tidak ada teh semacam itu di Indonesia. ”Ya jadi kalau stok habis, saya menyeberang ke Singapura, beli agak banyak, buat stok sekalian,” terang Abu.
Teh apa sebenarnya yang Abu pakai dalam meracik bergelas-gelas teh tarik yang dijajakan di kedainya di seberang masjid Penyengat? ”Saya pakai teh Sri Lanka. Sejak jualan dari tahun 1996,” ungkap Abu.
Bukan main. Teh dari negara bekas jajahan Inggris itu memang terkenal dengan hamparan kebun tehnya yang luas dan kualitasnya yang mendunia. Bahkan, jenama teh-teh kelas wahid juga menggunakan daun teh yang diambil dari Sri Lanka.
Tak ayal, jangan heran jikalau teh tarik racikan Abu ini sepenyesapan pertama sudah terasa beda di lidah. Dan selama hampir 12 tahun ini, Abu tak bisa berpindah teh dan hanya bersetia dengan teh dari Sri Lanka yang diperolehnya dari Singapura.
”Ya dari dulu saya belajar bikin teh tarik memang harus pakai teh Sri Lanka. Itu yang bikin beda teh tarik di sini dengan teh tarik di tempat lain,” kata Abu.
Tangannya yang cekatan dan piawai meracik teh tarik ini tidak mengada begitu saja.
Berguru pada Orang Marwari
Tidak ada keterampilan yang bisa diwariskan. Semua itu berasal dari latihan dan pengalaman. Bukan cuma berhari-hari. Kalau perlu bertahun-tahun. Dan keuletan semacam itu yang melincahkan tangan Abu dalam meracik gelas demi gelas teh tarik di Penyengat hari ini.
Dahulu, Abu pernah bekerja di Malaysia. Ketika itu, ia tak ingin sekadar bekerja dan menerima upah. Justru kesempatan bekerja di sana dimanfaatkannya sekaligus sarana belajar. Kepada juragannya yang orang Marwari, Abu belajar meracik teh tarik dengan citarasa tinggi. Pelan tapi pasti, Abu mulai mendapat kepercayaan.
”Pernah sampai disuruh bikin teh tarik dua ribu gelas sehari. Karena bos udah percaya dengan saya,” kenang Abu.
Kepercayaan ini pula yang kemudian membuat Abu diberi kesempatan menjalankan sendiri usahanya di Tanah Air. Oleh juragannya itu, keterampilan meracik teh tarik semakin dimatangkan dan sampai diberi jalan mendapatkan bahan baku teh yang bagus untuk meracik teh tarik.
Abu pun pulang ke Penyengat dan mulai merintis kedai teh tarik yang kini sohor tidak hanya di Penyengat, tapi juga di seantero Tanjungpinang.
”Orang Malaysia dan Singapura kalau main ke Penyengat selalu suka dengan teh tarik Pak Ngah Abu. Karena ya itu tadi, rasanya khas dan seperti yang ada di negara asal mereka,” kata sejarawan Aswandi sembari menikmati segelas teh tarik racikan Abu. (fatih / Tanjungpinang Pos)
Sumber : http://tanjungpinangpos.id/bersetia-dengan-teh-dari-sri-lanka/